MY INSPIRATIONS
My inspiration ...I can share with everything for every one in the world .. and i imagine all people can whise how this life more colourfull and beatifull
Senin, 12 Juli 2010
Rapor sekarang Tidak ada Ranking ??
Apakah perbedaan LHBS dan Rapor ?
LHBS mulai dikenalkan sejak di Indonesia pada tahun 2004 menerapkan kurikulum ujicoba KBK ( Kurikulum Berbasis Kompetensi ) dan pada saat ini Kurikulum jadi (maksudnya bukan uji coba lagi ) di beri nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ). Esensial dari kedua kurikulum ini adalah target pencapaian hasil belajar siswa bukan hanya hapal dan paham materi tetapi kompetensi siswa . Association K.U. Leuven mendefinisikan kompetensi adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.
Jadi sejak tahun 2004 target anak berhasil dalam pembelajaran di kelas tidak hanya dari aspek pengetahuan tetapi juga pada aspek sikap da ketrampilan . Dengan demikian nilai yang ada dalam LHBS mencakup 3 aspek itu sedang pada Rapor hanya dari pencapaian aspek pengetahuan (artinya tuntutannya siswa bisa hapal dan paham materi apa yg dipelajari .
Kemudian dari target penilaian akan berbeeda pula , acuan penilaian yang ada di rapor menggunakan PAN (penilaian Acuan Norma ) artinya nilai siswa dibandingkan dengan nilai siswa yang lain dalam kelompoknya . Maka pada Rapor dilengkapi Rangking, tujuannya untuk mengtahui posisi siswa dalam kelompoknya
Sedang Pada LHBS acuan penilaian adalah PAK (penilaian acuan Kriteria), artinya siswa dinilai sesuai kemampuan / kompetensi standar siswa yang ada di kelas itu . Untuk itulah setiap guru perlu menentukan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) . Maka di LHBS ada kolom KKM pada setipa mata pelajaran . Sampai pada penjelasan ini ibu2 mulai ribut lagi karena mereka membandingkan KKM dengan KKN ( wah….!, saya tambah semangat untuk menjelaskannya lagi )
Terus apa guna nya KKM ? KKM tiap mata pelajaran boleh berbeda tergantung kemampuan siwa di kelas itu . jadi setiap sekolah KKM juga beda? Ada yang bertanya . “ pasti “jawab saya, sekolah yang siswa nya pandai maka KKM nya akan lebih tinggi . KKM ideal yang di targetkan di Indonesia adlah 75 papar saya . Mereka berdiskusi lagi terutama yang KKM di LHBS anaknya di bawah 75 ( terutama yang mereka debatkan pada mata pelajaran IPA , Math dan Bhs Inggris )
Waktu ibu2 saya pancing , apakah di LHBS ada rangkingnya , mereka bilang tidak ada . Kenapa rankingnya tidak ada ? ada yang menjawab “karena KKM tiap mapel berbeda maka ngrankingnya pasti susah” ( saya geli mendengar jawaban ini , ternyata mereka pinter juga he he )
Nah besuk , kita tidak perlu menanyakan anak kita rangking berapa Pesan saya . Untuk mengetahui apakah nilai anak kita sudah berhasil atau belum bandingkankan saja dengan KKM d LHBS itu . jika sudah mencapai KKM yang menjadi target tiap mata pelajaran berarti anak kita sudah berhasil begitu juga sebaliknya . Selain itu KKM ini juga digunakan sebagi Kriteria kenaikan kelas . Kriteria ideal di Indonesia jika adad siswa nilai yang kurang dari KKM lebih dari 3 mapel maka siswa tidak berhak naik kelas . Inilah pentingnya KKM ibu ibu .
Sampai pada penjelasan ini ada ibu yang bertanya lagi ” jika pencapaian nilai ditentukan dari KKM yang di tentukan oleh sekolah , mengapa di ujian Nasional KKMnya ditentukan Pemerintah ?” Bersamaan dengan itu waktu sudah mendekati magrib . Jika saya jelaskan lagi tentang Ujian Nasional pada sore itu pasti sampai isya pertemuan PKK belum selesai . Akhirnya saya jawab dengan singkat “karena ujiannya yang mengadakan Pemerintah “ dan Alhamdulilah tidak ada yang bertanya lagi (meskipun saya tidak yakin apakah mereka setuju dengan jawaban saya atau karena keburu pengin pulang karena sudah mau magrib )
(Diskusi di suatu sore yang indah , bersyukur saya jadi guru sehingga sedikit bisa membantu mereka memahami dunia pendidikan ).
Rabu, 07 Juli 2010
Kantor TEMPO Di BOM krn OTAK REPTIL?
Orang tidak akan repot untuk segera menghubungkan antara berita yang berjudul "Rekening Gendut Perwira Polisi" yang membuat petinggi polri bereaksi keras dengan kejadian tersebut.Namun semua masih memerlukan pembuktian, tetapi yang menjadi pemikiran kita apakah semua masalah harus di selesaikan dengan pemikiran yang kelewat dangkal dan cenderung tanpa spekulasi ? mengapa manusia bisa berpikir serendah ini ?
Otak sebagai organ yang bertanggung jawab sebagai pusat koordinasi dalam tubuh manusia memegang peranan untuk itu juga sebagai mesin penggerak semua kegiatan manusia Menurut Bobbi de Poter dan Hernacki (1999).Perkembangan Otak manusia juga mengalami evolosi , Berdasarkan tahapan evolusi, otak pada manusia terbagi menjadi tiga bagian yaitu, batang (otak reptilian),Sistem limbic (otak mamalia), dan neokorteks.
Apakah perbedaanya ?
Otak reptile merupakan perkembangan evolusi pertama otak dan memiliki peranan yang berkaitan dengan insting ,pertahanan hidup, bernafas, mencari makan, dan dorongan untuk bereproduksi .Manusia memiliki unsur-unsur yang sama dengan reptilia dan otak reptil merupakan komponen kecerdasan terendah dari manusia . Otak ini membuat orang memiliki rutinitas dan membentuk kebiasaan, tetapi juga sangat menyulitkan untuk berubah, apalagi bila kebiasaan yang dimiliki berupa kebiasaan buruk.
Respon yang dinampakkan saat menghadapi bahaya adalah respon lawan atau lari, atau yang sering diistilahkan dengan fight or flight. Ketika otak reptil ini aktif,orang tidak akan bisa berpikir, yang bekerja adalah insting atau nalurinya. Otak reptil akan bekerja dalam jika kita dalam keadaan, terancam, takut, stres, atau pada saat kondisi tubuh dan pikiran yang lelah.
Sistem limbik adalah bagian otak yang ke dua ,disebut sebagai otak mamalia, otak ini berkaitan dengan perasaan atau emosi, memori, bioritmik dan sistem kekebalan.
Neokorteks atau otak neomamalian, otak ini memiliki kemampuan belajar, berbicara, mengembangkan kreativitas, memehami angka-angka, memecahkan masalah dan dapat menentukan perilaku dalam berhubungan dengan orang atau mahluk lain ataupun dengan lingkungan.
Sistem limbic di dalam otak mamalia berperan sebagai saklar untuk menentukan otak mana yang akan aktif, otak reptil atau otak neo cortex. Bila seeorang dalam keadaan tegang, stres, takut atau marah, maka informasi yang diterikma otak akan di teruskan ke otak reptil. Dan bila seseorang dalam keadaan bahagia, tenang, dan rilex, maka otak neo cortex akan aktif dan dapat di gunakan untuk berpikir. (Baharudin ,Taufik.2003. )
Setelah memahami ke 3 bagian otak manusia , maka dapat kita buat analisis , bahwa adanya berita “Rekening Gendut Perwira Polisi" akan menimbulkan dampak bagi beberepa orang yang terkait langsung maupun tidak langsung terhadap masalah itu. Akibatnya sangat gampang di tebak orang orang tersebut akan menjadi takut, stress dan dalam keadaaan terancam Dalam kondisi ini maka mereka akan berpikir dengan OTAK REPTIL dengan cara “fight or flight” . maka kebanyakan cara berpikir semacam ini akan menimbulkan hasil yang kurang akurat karena merupakan kegiatan berpikir yang instan . Dan yang pasti cara berpikir seperti ini meskinya hanya dilakukan oleh bangsa Reptil bukan bangsa manusia ……
(Ditulis ,tanpa bermaksud mengadili siapapun , hanya bermaksud sharing ilmu , semoga bermanfaat )
Gambar di unduh dari http://scienceblogs.com
Sabtu, 09 Mei 2009
DIGESTI(PENCERNAAN MAKANAN)
BAGAIMANAKAH BELAJAR SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SESUAI KTSP?
Kemampuan Apakah yang Harus Dikuasai Siswa ?
Dalam KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk SMA, standar kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mempelajari sistem digesti di jabarkan dalam Standar Isi kedalam bentuk Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
Standarisasi kemampuan siswa yang ada di Standar isi merupakan kemampuan minimal yg harus di kuasai oleh siswa di seluruh Indonesia . Sehingga sekolah dapat mengembangkan lagi standar nasional tersebut dengan mengacu pada kemampuan siswa yang ada di sekolah masing masing.
Standar kompetensi yang harus di kuasai siswa dalam mempelejari sistem digesti adalah menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan dan/atau penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada Salingtemas( sains lingkungan teknologi dan mayarakat )
Untuk dapat mencapai standar kompetensi tersebut, siswa terlebih dahulu harus mampu mengusai Kompetensi dasar yang ditentukan oleh pemerintah . Kompetensi dasar yang menjadi prasarat adalah menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pencernaan makanan pada manusia dan hewan (misalnya ruminansia) .
Jika dikomparasikan dengan standar kompetensi, secara umum pencapain kompetensi siswa sama. Dalam pembelajaran Di kelas tujuan utama untuk mencapai kompetensi dasar dalam sistem digesti adalah siswa mampu mengaitkan ke antara struktur,fungsi dan proses serta kelainan / penyakit dalam sistem pencernaan makanan
Bagaimanakah Cara untuk mencapai Standar kompetensi dan Kompetensi dasar dalam sistem Digesti ?
Untuk mencapai kompentensi yang ditentukan secara nasional, seorang guru akan mengembangkan kompetensi dasar menjadi beberapa indikator yang digunakan sebagai indikator ketercapaian kompetensi. Indikator kompetensi menunjukkan acuan / kriteria untuk mencapai seuatu kompetensi dasar dan sekaligus digunakan sebagai pedoman penilaian. Untuk mengembangkan indikator kompetensi agar dapat dicapai dalam pembelajaran guru harus mendesign Materi pembelajaran ,alat dan bahan pelajar, waktu yang di butuhkan untuk menyampaikan pembelajaran yang akan disampakaikan kepada siswa dalam sebuah silabus. Untuk contoh silabus dapat dilhat pada silabus digesti
Materi pembelajaran apakah yang harus dipersiapkan agar kompetensi itu dapat berhasil dalam pembelajaran ? Beberapa materi pokok yang akan diberikan kepada siswa secara garis besar akan membahas mengenai ;
- Macam zat makanan, sumber makanan, fungsi zat makanan bagi tubuh serta kandungan energi zat makanan. Kelainan / peyakit jika mengalami defiensi zat makanan serta cara mengantisipasinya
- Menu sehat seimbang versi WHO,cara mengukur berat badan dengan menggunakan BMI (bio Massa Indeks ),cara mengitung BMI, manfaat dan Kreteri BMI
- Struktur dan fungsi sistem pencernaan makanan pada manusia dan hewan , yang dijabar kan menjadi beberapakonsep dasar meliputi organ yang menyusun sistem pencernaan makanan pada manusia dan fungsinya Serta organ pencernaan makanan pada hewan ruminansia
- Proses yang terjadi dalam sistem pencernaan makanan terdiri atas proses pencernaan fisika dan kimia yang melibatkan enzim pencernaan dari rongga mulut sampai terjadi absorpsi di usus halus.
- Kelainan dan penyakit dalam sistem pencernaan makanan serta teknologi untuk mengatisipasinya
Setelah menyiapkan materi pembelajaran, guru akan mendesign kegiatan pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa dengan terlebih dahulu menyusun indikator kompetensi. Indikator kompetensi ini digunakan oleh guru untuk mengecek apakah kompetensi dasar sudah dikuasai siswa atau belum, dengan melakukan pengamatan maupun penilaian selama pembelajaran.
Selanjutnya untuk mencapai indikator tesebut guru akan menyiapkan kegiatan pembelajaran di susun dalam bentuk TASK (tugas ) yang diberikan kepada siswa. Setiap TASK dijabarkan dalam lembar kerja siswa ( LKS ). Hubungan tugas dan Indikator kompetensi dapat didesign sebagai berikut :
INDIKATOR | TUGAS KE / ASPEK YANG DINILAI | JUDUL TUGAS /LKS |
| Task 1 / kognitif | Macam sumber, makanan, Zat makanan dan fungsi nya serta kandungan energi) (LKS 1) |
| Task 2 / cognitiv,Psikomotor,afektif | Uji makanan(LKS2)
|
| Task 3 / Psikomotor)+ afektif
| Uji vit C (LKS3) |
| Task 4 / psikomotor +afektif | Work With the Web Browing internet untuk mencari informasi tentang zat aditif , BMI dan menu makanan seimbang versi WHO (LKS4) |
| Task 5 / psikomotor +afektif | Organ , fungsi serta peranan Enzim dalam proses digesti pada Manusia (LKS5) |
| Task 6 / cognitif
| Kelainan/ penyakit pada sistem digesti dan teknologi untuk mengatasinya (LKS 6)
|
| Task 7/ cognitif | Sistem Digesti pada Hewan Ruminansia (LKS7) |
Bagaimanakah sistem Penilaian Dalam Sistem Digesti ?
Dalam melakukan penilaian di gunakan berbagai macam tagihan. Tagihan di pilih sesuai indikator pencapaian kompetensi . Dalam menilai kemampuan / kompetensi siswa beberapa tagihan yang dipilih disesuakan dengan indikator yang sudah di susun .
Untuk mencapai kompetensi pada sistem digesti beberapa tagihan yang dipilih disesuaikan aspek kompetensi yaitu kognitif , afektif dan psikomotor .
Jenis tagihan dan aspek penilaian serta bobot penilaian pada sistem digesti di design sebagai berikut;
ASPEK PENILAIAN | JENIS TAGIHAN /BOBOT | IDENTIFIKASI TGS | RUMUS NILAI AKHIR |
1.kognitif | Kuiz (1) Tugas (1) Ulangan harian(2) | Task ke 1,5,6,7 | Rt kuiz+ rt tgs + (2XUH) /4 |
| Sikap ilmiah (2) Persensi(1) Ketertiban (1) | Task ke 1 sd 7 | (2x Rt sikp ilmiah) + Presensi + rt ketertiban |
| Produk (1) Unjuk kerja (1)
| Task ke 2-4 | Rt produk + rt Unjuk kerja/2 |
Untuk mengetahui apakah pada masing tagihan siswa dapat mencapai indikator penilaian, dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM ) tiap indikator. Untuk mengetahui ketercapaian kompetensi dasar pada sistem digesti digunakan KKM KD (Kompetensi Dasar). Bagi siswa yang belum dapat mencapai nilai KKM maka siswa diwajibkan mengikuti Remidial Teaching yang dibimbing oleh teman satu kelompok yang sudah lulus melalui tutor sebaya. Bagi siswa yang sudah lulus mengkuti pengayaan
Cukup mudah bukan ? selamat berkarya .
Sabtu, 25 April 2009
TENTANG MAKNA CINTA
(I write to sure me if the real love is true )
Sesungguhnya tak pernah sang kekasih mencari
Tanpa di cari oleh kekasihnya
Apabila kilat cinta telah menyambar hati yang ini
Ketauilah bahwa ada cinta dalam hati yang paling dalam
Apibila cinta Allah bertambah besar di hatimu
Pastilah Allah menaruh cinta atasmu
Tak ada bunyi tepuk tangan jika hanya dengan satu tangan
Tanpa tangan yang lain
Kebijaksanaan Ilahi adalah takdir dan ketetapan
Yang membuat kita cinta sau sama lain
Karena takdir itu ,
Setiap bagian dunia dipertemukan dengan jodohnya
Dalam pandangan orang bijak, langit adalah laki –laki
Dan bumi adalah wanita ; bumi memupuk apa yang telah diberikan oleh langit
Apabila bumi kekurangan panas ; maka langit mengirimkannya
Apabila ia kehilangan kesegaran dan embun
Langit memperbaharuinya
Langit berkelling , bagaikan seorang suami mencari nafkah
Kesana emari demi istrinya
Dan sibuk dengan urusan rumah tangga; ia melahirkan
Dan menyusui apa yang dilahirkan
Angaplah bumi dan langit sebagai yang terkurnia dengan kecerdasan
Karena merekamengerjakan pkerjaan mahluk yang memiliki kecerdasan
Andaikan pasangan ini tidak mengecap kenikmatan dari satu sama lain
Mengapa mereka melangkah bersama bagaikan sepasang kekasih ?
Tanpa bumi, bagaimana bunga dan pohon pohon bisa mulai berkembang ?
Kalaui begitu apa yang akan di hasilkan oleh air dan kehangatan langit ?
Sebagai mana Allah memberikan keinginan kepada laki laki an wanita
sampai akhir hingga akan terpelihara oleh kesatuan mereka
demikian juga ia menanamkan ke dalam srtiap bagian keberadaan nafsu
terhadap bagian bagian lain …..
siang dan malam bermusuhan kelihatannya : namun keduanya memiliki
suatu tujuan
masing masing saling mencintai dan menyempurnakan karya mereka bersama ;
Minggu, 15 Maret 2009
Generasi Pembatik ( suatu renungan)
Saya tidak ingin menjadi pembatik seperti ibu. Saya mau menjadi perawat, kata siswi kelas VI SD Negeri Tuyuhan, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, akhir September.
Pemilik nama lengkap Fitria Astuti itu mengaku, ibunya tidak pernah mengajarkan membatik di rumah. Ia juga tidak diperbolehkan membantu ibunya saat membatik dengan alasan takut merusak garapan.
Begitu pula Udin (12), teman sekolah Fitria. Meski pandai menggambar motif batik, orangtuanya yang berprofesi sebagai pembatik tidak pernah mengajari menggambar dan mengombinasikan motif-motif batik.
”Ibu kerap meminta saya menjadi guru atau dokter, bukan menjadi pembatik. Ya, jadinya, saya tidak pernah membuat pola batik di rumah” kata Udin sembari menyalakan kompor pemanas malam yang mati.
Guru SD Negeri Tuyuhan sekaligus warga Desa Tuyuhan, Akhmad Basuni, mengatakan, di Desa Tuyuhan sebagian besar pembatik tidak pernah mengajarkan anak-anak membatik. Mereka takut terjadi kesalahan atau kerusakan saat anak-anak membantu membatik.
Jika itu terjadi, pembatik yang kebanyakan bekerja pada pengusaha batik tidak akan dipercaya lagi menjadi karyawan atau mengerjakan borongan batik. Berbeda dengan pembatik yang menggarap batik kasar, mereka masih memberi kesempatan kepada anak-anaknya turut membatik.
Berdasarkan data Institut Pluralisme Indonesia (IPI) Rembang 2007, dari 500 pembatik di delapan desa di Kecamatan Pancur, 40 persen berusia 40 tahun ke atas. Pembatik yang berusia 20-26 tahun hanya lima persen.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat IPI Rembang Galata Conda Prihastanto mengatakan, ke depan alur generasi pembatik dapat terputus lantaran tidak banyak yang berminat atau mengajarkan batik kepada generasi berikut. Realitas sosial masyarakat itu terlihat dari beragam pilihan pekerjaan yang digeluti perempuan di delapan desa itu.
Misalnya di Desa Jeruk, banyak perempuan muda putus sekolah memilih bekerja sebagai pemanen sarang burung walet dan merantau menjadi pembantu rumah tangga. Pekerjaan itu lebih mudah dilakukan dan tidak membutuhkan keterampilan khusus.
”Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak pembatik yang tidak punya keterampilan membatik,” kata Conda.
Untuk itu, IPI bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang menempatkan membatik sebagai pelajaran bermuatan lokal. Pelajaran itu akan diterapkan di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pancur, Lasem, Pamotan, Sluke, dan Rembang. Sebagai proyek percontohan, muatan lokal itu diterapkan di empat sekolah dasar di Kecamatan Pancur, yaitu SD Negeri Tuyuhan, Doropayung 1, Jeruk, dan Warugunung.
Kepala SD Tuyuhan Suparni mengatakan, sebelum mengajar membatik, para guru mengikuti pelatihan. Kemudian, mereka menerapkan kepada siswa kelas IV-VI, teori ataupun praktik.
”Tak jarang kami meminta orangtua siswa yang berprofesi pembatik mengajari anak-anak membatik. Atau kami juga memberikan pekerjaan rumah kepada siswa agar diajari membatik di rumah oleh para orangtua,” kata Suparni. (HENDRIYO WIDI)
( http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/14/01561229)
Apakah KTSP Membuat Guru Kreatif ?
Demikian pendapat dari pakar kurikulum, Dr Karnadi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Prof Dr Ansyar dari Universitas Negeri Padang (Unan). Pendapat kedua pakar itu dilontarkan berkaitan dengan munculnya KTSP 2006 sebagai pengganti kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004.Karnadi yang ditemui Pembaruan di Jakarta, pekan lalu mengatakan, dengan semangat otonomi dan desentralisasi, KTSP memberi keleluasaan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri. KTSP sebenarnya positif, sebab sekolah diberikan otonomi untuk berdiskusi terkait dengan standar kompetensi yang dikembangkan.
Hanya saja, sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan model-model kurikulum. Selama ini mereka diperintah untuk melaksanakan kewajiban yang sudah baku, yakni kurikulum yang dibuat dari pusat.
Karnadi menambahkan, implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktur dan kini menjadi fasilitator pembelajaran.
“Guru dapat melakukan upaya-upaya kreatif serta inovatif dalam bentuk penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten,” tuturnya.
Beban Bertambah
Karnadi mengakui, penerapan KTSP tersebut berimplikasi pada bertambahnya beban bagi guru. Penerapan KTSP mengandaikan guru bisa membuat kurikulum untuk tiap mata pelajaran, padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah.
”Belum lagi mengingat kualitas guru yang kurang merata di setiap daerah. “Ini artinya, KTSP menghadapi kendala daya kreativitas dan beragamnya kapasitas guru untuk membuat sendiri kurikulum,” katanya.
Dikatakan Karnadi, pemberdayaan guru belum dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah (pemda). Misalnya, pemda belum melakukan evaluasi pendidikan yang baik dan benar, termasuk evaluasi guru. “Ini yang kerap terjadi, sehingga penerapan KTSP pun bisa melambat. Karena itu, pemda sebaiknya agresif dalam melakukan percepatan penerapan KTSP,” katanya.
Namun, menurut Prof Ansyar seperti dilansir Antara, Minggu (28/1), pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan perencanaan penyampaian materinya, setelah selama ini hanya mengajar sesuai kurikulum yang diturunkan pusat. Menurutnya, penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru yang akan mengajar di kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang tepat bagi peserta didiknya.
KTSP yang dibuat sekolah itu, kata dia, harus tetap mengacu pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), dan disusun sebagai kurikulum operasional sekolah berdasarkan standar isi dan kompetensi lulusan yang dikembangkan dengan prinsip diversivikasi. Kurikulum harus disesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
“Meski sekolah memiliki kewenangan luas, acuan tetap pada BSNP sesuai standar isi dan kompetensi lulusan,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004, yang sebelumnya masih disusun pemerintah pusat, dan sekolah tinggal menggunakannya. Dalam KTSP, sekolah memiliki kewenangan menentukan muatan lokal, yang dapat dijadikan satu keunggulan sekolah itu sendiri.
Tetapi, untuk mengoptimalkan pemberdayaan guru dalam menyusun kurikulum tersebut, harus didukung sejumlah sarana dan fasilitas seperti ketersediaan buku teks yang beragam.
“Setiap guru butuh banyak pengetahuan untuk penyempurnaan kurikulum yang disusunya, dan memerlukan banyak sumber seperti buku, dan internet,” katanya.
Kontekstual
Karnadi juga menjelaskan, sebetulnya, keluarnya Peraturan Mendiknas Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 mengenai KTSP atau Kurikulum 2006 ini tidak hanya menyempurnakan kurikulum sebelumnya, namun memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengembangkan pendidikan yang kontekstual.
“Sebagai pembaruan kurikulum, KTSP coba memberi ruang lebih luas bagi otonomi sekolah. Pemerintah hanya menetapkan standar minimal kurikulum yang harus dipenuhi, selebihnya bergantung pada masing-masing sekolah,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Bambang Wasito Adi mengatakan, KTSP memberi hak penuh pada sekolah-sekolah untuk menentukan sendiri kurikulumnya. Tujuannya adalah agar potensi tiap-tiap sekolah dapat menonjol, sehingga tercipta kompetisi antarsekolah.
“Dengan KTSP ini, masing-masing sekolah bisa membuat silabus, kurikulum, dan indikator-indikatornya sendiri,” katanya.
Meski menentukan silabus sendiri, kata Bambang, namun standar kompetensi dan isinya harus sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Bambang menambahkan meski masih dibebaskan memakai kurikulum lama, namun pada 2009 seluruh sekolah harus sudah memakai KTSP.
Sumber:Suara Pembaharuan Daily
Selasa, 20 Januari 2009
MENYONTEK . bgm. dan mengapa?
Ditulis Oleh Achsin
"Sstt, soal bab II, nomor 1 apa jawabannya?" Weeer ..., kertas dilempar. Seeer..., kertas ujian digeser, tulisan di meja dan bangku tampak kecil-kecil, njelimet.
Itu hanya sebagian contoh dari bentuk penyontekan. Tulisan tidak hanya dibuat di meja. Namun juga di dinding, penggaris mika, kertas yang dilipat di bawah kalkulator, tisu, telapak tangan.
Kalau diamati, orang yang menyontek memang kadang memperoleh nilai yang tinggi daripada orang yang diconteki. Jika kita memberikan jawaban, berarti kita mengajari dia untuk membodohi dirinya sendiri. Aspek lain yang muncul, siswa yang belajar sungguh-sungguh kecewa. Sebab, hasilnya malah lebih rendah dari orang yang menyontek.
Dengan menyontek, bukan memberikan motivasi untuk belajar. Tetapi, membiarkan teman bermalas-malasan tanpa mau berusaha sendiri.
Saya kira alanglah baiknya, jika tata tertib (tatib) yang ada di sekolah juga mengatur kedisiplinan siswa termasuk menyontek. Dalam tatib tersebut, diatur bagaimana tatib melakukan ujian.
Begitu pula dengan sanksi yang akan diberikan jika ada murid yang kedapatan membawa krepekan atau sontekan. Selama ini, sanksi yang diberikan sangat ringan. Seperti mengerjakan tugas atau hukuman fisik lainnya.
Bahkan kalau ketahuan membawa contekan, paling-paling contekannya dibuang. Atau, ditegur lain kali jangan menyontek lagi. Itu saja.
Apa dampaknya? Siswa tak akan takut lagi menyontek. Paling-paling ditegur atau dibuang kertas contekannya. Akhirnya, perilaku sejenis menyontek itu terbawa saat siswa dewasa. Saat dewasa, ia punya jabatan di pemerintah, di politik, dan di BUMN. Akhirnya, yang bersangkutan suka berhobong, menipu atau mengakali anggaran untuk cari tambahan penghasilan.
Menyontek dan korupsi hampir sama nilainya. Sama-sama ingin hasil yang baik atau besar dalam waktu cepat, tanpa mau berusaha dengan jalan atau langkah sesuai prosedur. Korupsi, menipu dan berbohong dianggap biasa seperti waktu sekolah dulu.
Tak ada hukuman dan tak ada norma yang membatasinya. Jelas, dalam menyontek akan membuat siswa dan mahasiswa menjadi ‘kebal’. "Nggak apa-apa, besok nyontek lagi. Paling cuma ketahuan dan diambil kepekannya," kata seorang mahasiswa dengan bangga. Akhirnya, menyontek dianggap perbuatan biasa. Bukan hal yang memalukan dan rendah.
Ke depan sanksi bagi pelajar dan mahasiswa yang menyontek harus memberi efek jera. Artinya, jika dihukum waktu menjadi pelajar atau mahasiswa, maka ia takut untuk mengulanginya.
Mengapa menyontek?
Dalam kacamata psikologi, perilaku seseorang dipengaruhi oleh cara orang tersebut melihat faktor yang mempengaruhi kehidupannya atau yang disebut sebagai locus of control (pusat kendali).
Orang yang dominan dikendalikan pusat kendali internal mempercayai, bahwa kemajuan dalam hidup ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri.
Mereka senang bekerja keras, mempunyai cita-cita tinggi, ulet dan menganggap kemajuan dirinya disebabkan ia bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya.
Sebaliknya, orang yang lebih dominan dikendalikan faktor dari luar dirinya (eksternal) mempercayai bahwa keberhasilannya ditentukan oleh hal di luar dirinya seperti nasib baik, adanya koneksi dan bukan karena kerja keras diri sendiri.
Orang yang mempunyai pusat kendali eksternal cenderung beranggapan bahwa kerja keras, menepati waktu, bekerja penuh disiplin bukan faktor utama penyebab keberhasilan.
Untuk menghindarinya, siswa disarankan meyakini bahwa menyontek merupakan pintu gerbang dari perbuatan berbohong yang lebih besar, seperti korupsi. Selanjutnya, belajar mengenali diri sendiri dan setiap potensi yang dimiliki.
Menurut saya, untuk menghindari tindakan menyontek itu cukup mudah. Antara lain, percaya diri sendiri, hidup harus dimulai motivasi diri sendiri, belajar jangan dianggap beban, keadaan sekolah pun membuat iklim belajar yang sehat.
Tak kalah penting, perlu mengetahui penyebab siswa mempunyai kecenderungan menyontek. Dalam hal ini, sebagian besar malas belajar, belajar mendadak, materi tidak selesai dipelajari dan kurang percaya diri. Tidak sedikit pula yang ‘cemburu’.
Kelemahan guru/dosen secara tidak langsung memberi andil dalam siswa/mahasiswa menyontek. Bukan rahasia lagi bila banyak guru/dosen yang punya pekerjaan sampingan, demi kontinuitas dan kualitas ‘asap dapurnya’ karena tidak dapat mengandalkan pemasukan dari satu sektor saja.
Waktu untuk persiapan mengajar, mengoreksi pekerjaan siswa/mahasiswa, membuat soal ulangan/ujian dan tugas, memikirkan variasi pengajaran serta menyediakan alat peraga hampir tidak ada.
Belum lagi tuntutan orangtua ingin anaknya meraih prestasi tinggi. Tuntutan semacam itu dapat menimbulkan keinginan anak untuk menyontek, agar dapat nilai baik dan tidak dimarahi orangtuanya.
Sudah waktunya sistem pendidikan kita bersifat two way communication antara guru/dosen dan siswa/mahasiswa. Kelompok kerja makalah, presentasi, pembuatan alat peraga, studi lapangan (misalnya ke pabrik salah satu orangtua siswa) kiranya lebih digiatkan daripada menimbuni siswa/mahasiswa dengan soal tapi dikerjakan dengan menyontek.
Tak ada salahnya, kita cermati pendapat Dr Syamsu Yusuf MPd N, kepala Unit Pelayanan Teknis Lembaga Bimbingan dan Konseling UPI. Menurut ia, aktivitas menyontek merupakan wujud rasa tidak percaya diri, permalasan, spekulasi, kecurangan, irasional, dll.
Tujuan belajar mendapatkan ilmu pengetahuan dan nilai baru secara apektif, kognitif, maupun motorik. Hal itu memerlukan evaluasi untuk mendapatkan report, sejauhmana proses pembelajaran telah terjadi pada seseorang.
Namun dengan menyontek, proses evaluasi menjadi kabur. Ukuran kemampuan yang tengah dievaluasi menjadi tidak jelas.
Menurut ia, selain menipu, menyontek merupakan aktivitas spekulasi yang tinggi dan suatu bentuk sikap ingin segera mendapatkan hasil yang instan.
Kebiasaan kecil ini akan mengkristal dan menjadi cara seseorang mencapai sesuatu dan mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Hal ini yang harus disadari oleh siswa didik dan pendidik, agar etos kerja pendidikan tercapai. Bila budaya instan yang terbentuk, maka rasa malas akan timbul dan membentuk sikap ingin serba mudah.
Saat ini memang perlu penelitian untuk meyakinkan tentang dampak buruk menyontek. Namun saya yakin, semua pihak akan setuju jangan sampai sistem pendidikan kita melahirkan white collar crimers.
Achsin El-Qudsy, alumni madrasah Diniyyah Muawanatul Muslimin Kenepan Kudus, alumni HI UMY
Vonis bebas dalam kasus pembunuhan Munir: Impunitas sebagai salam tahun baru
Pada tanggal 31 Desember 2008 pengadilan negeri Jakarta Selatan mevonis
bebas mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwoprandjono
yang didakwa dalam kasus pembunuhan pejuang HAM Munir, karena dinilai
tidak terbukti melakukan pembunuhan terencana. Watch Indonesia!
mengkritik jalannya proses persidangan sebagai cacat hukum: karena motif
tindakan dalam surat dakwaan yang tidak kredibel, lemahnya barang bukti
dan kurangnya perlindungan saksi membuat hukuman bersalah kepada Muchdi
sesuai dengan standar negara hukum sama sekali tidak memungkinkan.
Organisasi Non-Pemerintah tersebut menuntut pengusutan ulang untuk
menjamin terungkapnya kebenaran kasus pembunuhan Munir dan hukuman
kepada mereka yang bertanggung jawab.
Menurut jaksa penuntut umum, Mayjen (purn.) Muchdi, mantan komandan
Kopassus, telah memberi perintah pemembunuhan Munir dengan racun yang
terjadi pada bulan September 2004. Diterangkan pula bahwa motif
pembunuhan adalah balas dendam, karena Munir membongkar pelanggaran HAM
yang menjadi tanggung jawab Muchdi. „Dengan motif balas dendam Penuntut
Umum menghindari diri untuk mengusut pejabat tinggi lain dari BIN yang
diduga tersangkut dalam pembunuhan Munir", demikian tutur Alex Flor,
direktur Watch Indonesia!.
Sebuah Tim Pencari Fakta yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
telah mencurigai mantan kepala BIN Abdullah Mahmud Hendropriyono
terlibat dalam kasus pembunuhan ini. Juga selama persidangan terhadap
Pollycarpus, yang pada tahun lalu divonis sebagai pelaku langsung
pembunuhan Munir, muncul beberapa petunjuk yang menandai kecurigaan
tersebut. „Motif balas dendam membuat pengusutan terhadap mekanisme
internal dan cara kerja BIN tidak lagi diperlukan. Padahal justru hal
itulah merupakan langkah yang penting untuk dapat mengidentifikasi semua
pihak yang bertanggung jawab dan untuk membuktikan kesalahannya" , tambah
Flor.
Watch Indonesia! mengkritik, bahwa Kejaksaan Agung hanya mengajukan
beberapa barang bukti yang lemah. Dakwaan berdasarkan atas surat yang
dicetak kembali berkat bantuan teknologi computer, sebuah Call Data
Record dan juga Berita Acara Pemeriksaan Budi Santoso, seorang anggota
BIN yang bertugas di luar negeri, yang menyatakan bahwa Muchdi telah
memerintahkan pembunuhan. „Kejaksaan Agung dan polisi tidak memanfaatkan
sepenuhnya perangkat yang mereka miliki guna mengumpulkan barang bukti.
Sebagai contoh mereka tidak melakukan penggeledahan dan tidak menuntut
kehadiran diri Santoso di depan pengadilan dengan konsekuen", demikian
Fabian Junge dari seksi hak asasi manusia Watch Indonesia!.
Oleh karena sedikitnya barang bukti maka penuntut umum sebagian besar
mendasarkan dakwaannya atas keterangan para saksi. Namun hampir semua
saksi dari lingkungan BIN meringankan Muchdi: beberapa saksi sama sekali
tidak menghadiri persidangan meskipun mereka telah beberapa kali
menerima panggilan, beberapa lainnya merubah atau mencabut BAPnya atau
„melupakannya" dengan begitu saja.
„Keterangan yang ditarik kembali dari sejumlah saksi yang penting
menunjukkan sekali lagi betapa mendesaknya kebutuhan Indonesia atas
program perlindungan saksi. Bahwa para hakim tidak merasa berkewajiban
untuk menanyakan ulang penyebab pencabutan atau perubahan BAP
menunjukkan kurangnya kemauan untuk membongkar kasus pembunuhan Munir
dengan sungguh", demikian jelas Junge. Ataukah pengadilan sendiri
mungkin merasa tertekan?
Watch Indonesia! memandang proses pengadilan yang cacat ini sebagai
kesempatan yang terlewatkan untuk mengakhiri impunitas yang berlangsung
sejak puluhan tahun. „Polisi dan Kejaksaan Agung harus mengusut kembali
kasus itu", tuntut Junge. „Mereka harus memberikan perhatian khusus
kepada BIN sebagai organisasi dan menuntut semua yang bertanggung jawab
terlepas dari jabatan dan status sosialnya. Yustisi Indonesia wajib
memenuhi hak keluarga dan kerabat almarhum juga hak masyarakat Indonesia
lainnya dan masyarakat internasional atas kebenaran mengenai pembunuhan
Munir."
Untuk informasi selanjutnya, hubungi:
Alex Flor (watchindonesia@ snafu.de)